Blogroll

Nelayan Sawah mengucapkan selamat Hari Sumpah Pemuda.

Sample Text

Silahkan tinggalkan komentar Anda, karena setiap kritik dan saran Anda sangat membantu kami para petani untuk menulis blog ini menjadi lebih baik lagi.

email : akunbareng2@gmail.com

Postingan Acak

Lagi Loading, Di mohon Sabar
Didukung oleh: Nelayan Sawah.

Jumat, 07 Oktober 2011

Toleransi Antar-Umat Beragama Sudah Ada Sejak Dahulu

Tentu banyak umat muslim yang mengenal sosok Sunan Kudus. Salah satu dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa. Saya tertarik dengan gaya dakwahnya yang tidak ada unsur paksaan. Beliau juga sangat toleran dengan agama-agama selain Islam. Itu semua terbukti dengan dibangunnya masjid Kudus yang menyerupai pura Hindu. Beliau juga "melarang" masyarakat muslim disana untuk tidak menyembelih/memakan daging sapi. Karena sapi adalah hewan suci bagi umat Hindu. Memang saat itu Hindu adalah agama mayoritas. Dan tradisi itu masih ditaati sampai sekarang, bahkan masyarakat Kudus lebih memilih memakan daging kerbau. Padahal sekarang Islam sudah menjadi agama mayoritas. Tapi itulah toleransi yang hebat tanpa mengenal mayoritas dan minoritas. Berarti toleransi sudah ada sejak lama. Tentunya kita yang hidup dizaman yang bisa dikatakan modern harusnya lebih mengenal apa itu toleransi.

By : Diki Permana Pluralism

Gus Dur : Indonesia Tidak Harus Jadi Negara Islam

Kakek Gus Dur dari ayah (almarhum KH Hasyim Asy’ari) sudah ngotot berpendapat bahwa kita tidak butuh negara Islam untuk menerapkan syariat Islam. Biar masyarakat yang melaksanakan (ajaran Islam), bukan karena diatur oleh negara.

Pernyataan Yang sangat popular tentu soal pribumisasi Islam. Ini adalah cara Gus Dur khususnya dan NU umumnya untuk menolak Arabisasi.

Gagasan Gus Dur yang sampai sekarang masih konsisten juga adalah aspek penolakannya terhadap negara Islam. Dia mungkin terpengaruh oleh buah pikiran Ali Abdul Raziq (ulama Mesir) yang mengatakan tidak adanya konsep negara Islam. Sampai sekarang, dengan pilihan itu, dia dicaci-maki dan berhadapan dengan banyak orang.

Salah satu pemikiran Gus Dur yang sudah cukup jelas juga adalah visi kebangsaannya. Visi kebangsaan itu berulang kali dia tuangkan dalam ungkapan bahwa tidak ada ajaran Islam yang mengharuskan untuk menegakkan negara Islam. Itu berulangkali dia katakan. Dia juga sering mengatakan, ”Meski saya Islam dan mayoritas orang Indonesia itu beragama Islam, tidak terbesit sedikit pun di pikiran saya untuk mendominasi Indonesia ini atas nama Islam.” Gus Dur juga seringkali mengatakan bahwa yang ia perjuangkan adalah Islam berwatak kultural, bukan Islam yang selalu ingin tampil di kelembagaan politik. Prinsip itu diwujudkannya dengan cara membentuk partai politik yang bervisi kebangsaan.

Selain Gus Dur, KH Sahal Mahfudz yang menolak formalisasi syariat Islam atau perda bernuansa syariah Islam. Gus Mus atau KH Mustofa Bisri juga seperti itu. Artinya mereka ingin menjadikan fikih sebagai dunia di dalam basis kulturalnya saja dan tidak masuk ke dalam institusi negara.









(Diambil dari beberapa wawancara Jaringan Islam Liberal)

Oleh: Diki Permana