Blogroll

Nelayan Sawah mengucapkan selamat Hari Sumpah Pemuda.

Sample Text

Silahkan tinggalkan komentar Anda, karena setiap kritik dan saran Anda sangat membantu kami para petani untuk menulis blog ini menjadi lebih baik lagi.

email : akunbareng2@gmail.com

Postingan Acak

Lagi Loading, Di mohon Sabar
Didukung oleh: Nelayan Sawah.

Kamis, 16 Juni 2011

Mengkritisi Proyek Gedung Baru DPR

1. Mengapa Harus Ada Gedung DPR Baru, dan Apakah Itu Layak?

Mengapa harus ada gedung DPR baru?. Itu yang selalu ada dalam benak sebagian besar masyarakat. Hampir semua masyarakat tidak setuju dengan rencana tersebut. Karena gedung tersebut dianggap masih layak dan kinerja DPR yang buruk sehingga tidak berhak mendapat fasilitas tersebut.
Disini saya bicara dari perspektif saya sebagai rakyat, yang mencoba mengkritisi wakilnya. Kritik saya terhadap proyek ini mungkin tidak jauh berbeda dengan sebagian besar masyarakat Indonesia. Saya menganggap proyek ini hanya sebagai ajang mempernyaman diri sendiri, karena wakil rakyat disana selalu menggunakan argumen bahwa gedung DPR sudah tidak layak, mulai dari fasilitas yang kurang lengkap dan ruangan yang terlalu sempit. Sehingga dengan alasan ini gedung baru DPR harus dibangun. Jika harus dibangun apakah harus sekarang? Ditengah rakyat Indonesia yang masih mebutuhkan fasilitas yang lebih penting. Dibandingkan pembangunan gedung DPR baru, yang jika kita lihat dari luar masih berdiri tegak dan kuat. Tidak seperti rumah sebagian masyarakat kita ataupun sekolah yang jika ada angin puting beliung menjadi hancur dan roboh.


Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa gedung DPR baru yang harus dibangun, bukan mental dan moralitas penghuninya yang “dibangun”?. Anggota DPR ini seperti seorang hamba yang meminta haknya dulu sebelum melaksanakan kewajibannya, seperti orang yang meminta surga tapi tidak pernah berbuat baik. Sebagai wakil rakyat harusnya bisa mendidik dengan membuktikan dulu, dengan sebuah kinerja yang baik bukan dengan meminta haknya dulu tanpa diselaraskan dengan kinerja yang baik. Semua kita tahu dan sudah menjadi rahasia umum, anggota DPR sekarang ini mendapat kepercayaan yang buruk di mata masyarakat, dan itu disebabkan karena buruknya kinerja DPR. Mulai dari kasus anggota DPR yang nonton film porno saat rapat paripurna (sehingga rapatnya berubah menjadi rapat “pariporno”) padahal yang menonoton adalah fraksi dari partai yang berhaluan agama, dan lebih dari itu dia adalah “anak buah” dari Menteri Menkominfo yang selama ini gencar dengan kampanye penutupan konten-konten pornografi, dan saat anggota DPR study banding masalah kemiskinan ke Sidney Australia (kenapa ke Sidney, bukankah di Sidney masyarakatnya sudah dikatakan maju?), maka dari itu masyarakat bukan menganggapnya sebagai study banding tapi lebih pada plesiran anggota DPR. Itulah contoh-contoh kinerja yang buruk dari anggota DPR. Jadi jika kinerja yang buruk, apakah layak untuk mendapat sebuah fasilitas yang “Super Mewah” sampai-sampai harus ada area kolam renang dan pijat?.

Disebuah wawancara di televisi saya pernah mendengar seorang anggota DPR (saya lupa namanya) ketika memperbincangkan masalah ini, beliau mengatakan “mereka perlu fasilitas yang lebih lengkap, seperti lift yang masih kurang, karena mereka harus mengantre untuk menaiki lift.” Menurut saya pernyataan tersebut bukti bahwa dia adalah wakil rakyat yang tidak merakyat. Mereka tidak mau bersabar hanya untuk mengantre menaiki lift (bagaimana jika harus mengantri BLT atau raskin yang saya yakin itu lebih tidak nyaman). Jika logika “lift” ini dipakai sebagai alasan, berarti logika mereka bisa dikatakan tidak jalan. Jika kita analogikan dengan masyarakat yang mengantre toilet di stasiun untuk buang air (itu pun kadang bayar) apakah mereka meminta toilet yang baru? Karena mereka harus antre. DPR seharusnya memprioritaskan perbaikan kinerja. Jika kinerja DPR di mata masyarakat sudah dinilai baik, barulah memikirkan pembangunan gedung baru. Itu pun jika gedung baru benar-benar dibutuhkan.

2. Dibalik Fraksi-Fraksi yang Menolak

Dalam proyek pembangunan gedung DPR ini ada dua kubu yang bersebrangan, yaitu kubu fraksi yang menerima dan fraksi yang menolak. Dan diantara fraksi-fraksi yang menolak adalah Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Diantara fraksi-fraksi yang menolak ini beralasan tidak ada satu pun masyarakat yang setuju dengan pembangunan gedung baru. Berapa pun biaya gedung baru, akan tetap menolak jika rakyat menolak. Yang jadi pertanyaan, apakah benar penolakan ini benar-benar karena rakyat menolak?. Bukan karena rakyat yang luar biasa penolakannya sehingga fraksi tersebut menolak dengan segala kemunafikannya padahal mereka mengingikannya?, ataukah penolakan tersebut sebuah simpati semu hanya karena sebuah pencitraan?, karena dengan penolakan sebuah fraksi (partai), maka image nya akan baik dimata masyarakat karena dianggap membela rakyat. (hanya Tuhan dan Fraksi tersebut yang tahu). Karena tidak bisa dipungkiri dengan adanya penolakan dari beberapa fraksi, secara bersamaan akan datang simpati dari rakyat pada fraksi-fraksi tersebut. Inilah momen yang dimanfaatkan beberapa fraksi untuk membuat sebuah opini publik bahwa mereka masih peduli.
Bukannya saya tidak percaya kepada fraksi-fraksi yang menolak dikarenakan membela rakyat. Maklum lah dalam politik itu, yang namanya kepentingan itu sangat menjadi sesuatu yang “wajib”. Kepentingan disini tentunya adalah kepentingan partainya, yaitu sebuah citra positif dimata masyarakat. Itu bisa saja terjadi untuk merebut “suara” di 2014. Jadi penolakan disini bagi saya masih “abu-abu”. Apakah benar-benar murni demi rakyat atau hanya sebuah pencitraan?.

3. Mengapa Anggaran Pembangunan Gedung Baru DPR Diturunkan? 

Dalam proyek pembangunan gedung DPR baru dianggarkan dana sebesar Rp 1,1 triliun, namun karena adanya tekanan yang kuat dari masyarakat kini dana tersebut turun menjadi Rp777 miliar. Gedung baru DPR yang semula direncanakan akan dibangun 36 lantai turun menjadi 26 lantai.
Bagi saya penurunan anggaran ini bukan sekedar penurunan, dibalik semua itu ada “permainan”. Bisa saja anggaran tersebut dibuat sebesar-besarnya, dan pada saat yang bersamaan otomatis rakyat akan menolak. Disaat rakyat menolak itulah, penurunan anggaran ini “dimainkan”. Disini saya kembali bicara tentang pencitraan, pencitraan disini lebih pada pencitraan eksekutif (Kementerian Pekerjaan Umun, sebagai simbol eksekutif bawahan dari Presiden). Karena dengan adanya penurunan ini citra eksekutif menjadi naik disebabkan oleh penilaian positif dari rakyat karena sudah mau menurunkan anggaran, dari kata “turun” inilah dianggap sebuah pembelaan. Padahal anggaran yang diturunkan pun relatif masih besar dan memang belum saatnya gedung DPR baru itu dibangun. Karena masih banyak yang lebih penting untuk dibangun, seperti gedung sekolah dan rumah sakit.

4. Jangan-Jangan Proyek Gedung DPR Ini Dijadikan “Proyek Korupsi” Karena Rawan Penyelewengan

Yang namanya proyek pemerintah sangat rawan dengan yang namanya korupsi, apalagi proyek sebesar ini. Dengan adanya rencana pembangunan Gedung DPR ini, dana-dana bisa dijadikan fiktif menjadi lebih besar. Ini menjadi lahan subur untuk korupsi, proyek yang tadinya untuk membangun Gedung DPR diselewengkan menjadi lahan subur korupsi. Mungkin itulah alasan orang-orang yang ngotot agar pembangunan Gedung DPR baru ini tetap berlanjut.


5. Kesimpulan Kritisi Saya

Dari sekian pemaparan diatas bagi saya semuanya memiliki kepentingan atas adanya proyek Gedung baru DPR ini. Baik fraksi yang menolak yang memiliki kepentingan sebuah citra positif dari masyarakat atas penolakannya tersebut, bagi fraksi yang menerima mungkin mereka menginginkan sebuah fasilitas yang “super mewah” atau menjadikan proyek tersebut sebagai “lahan subur” untuk korupsi, atau pihak eksekutif yang mecoba menaikan citra positif dengan cara menurunkan anggaran dari Rp 1,1 triliun manjadi Rp777 miliar. Semuanya memiliki kepentingan masing-masing, terlepas ini “By Design” atau bukan.

(Tugas Filsafat Komunikasi)

1 komentar:

Buat pembaca yang gak pake akun, kalo mau berkomentar pilih "beri komentar sebagai : Name/URL"

Name-nya ditulis nama, untuk URL-nya dikosongin ajah..

terima kasih